Hardinisa Syamitri, Pejuang Gigih Entaskan Sugesti, Terbitkan Harapan Senja

Malam telah begitu larut ketika wanita bersama seorang pria itu tergopoh mengetuk pintu rumah bekas kantor dengan sejumlah kayu lapuk.
“Persalinan akan dimulai sebentar lagi,” ucap pemilik rumah yang ternyata seorang bidan, setelah memeriksa keadaan seorang wanita dengan mimik meringis.
Sang suami tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatu sesuai arahan wanita muda. Ia terlihat cemas. Namun tetap mencoba tersenyum. Dan lagi, terdengar lantunan zikir. Ia sangat berbahagia karena akan menjadi ayah sebentar lagi.
“Hei! apa-apaan ini?” seorang wanita tua menerobos masuk dengan begitu kasar.
“Ngapain kalian bawa ke sini? Dia bidan muda, nggak tahu apa-apa! Bisa-bisa anak dan istrimu kenapa-napa nanti!” Kata-kata terkesan memojokkan bidan muda itu.
Raut wajah cemas bercampur bingung akhirnya membuat calon orangtua itu memutuskan beranjak. Meskipun sang bidan sudah mencoba menahan keduanya, tetapi rasa takut telah melebihi ambang batas sehingga lebih mengikuti ajakan wanita tua.
“Aku yang akan menolong persalinan!” ucap wanita tua yang ternyata seorang dukun beranak itu.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
“Bayinya tidak menangis! Bagaimana ini?” sang ayah terlihat panik.
Sang dukun tak kalah panik. Kejadian ini baru pertama terjadi sepanjang kariernya.

Sang istri sudah terlihat lemas tak mampu berkata-kata lagi. Ia hampir menangis sejadi-jadinya.

Untunglah jarak rumah bidan dengan dukun beranak itu tak terlalu jauh. Di tengah kekalutan melihat kondisi itu, sang suami berinisiatif mendatangi bidan.

Alhamdulillah, tak butuh waktu lama, masalah telah tertangani dengan baik. Terdengar gema tangis sang bayi jelang langit fajar hari itu.
“Terima kasih, Bidan Icha,” ucap tulus ayah bayi.
“Terima kasih banyak,” kali ini sang dukun beranak berbicara dengan nada perlahan, hampir tak kedengaran.

Gagah Berani Meski Penuh Juang di Medan Sunyi

hardinisa-syamitri

Hardinisa Syamitri masih berusia 22 tahun kala itu. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana terapan kebidanan, Icha, demikian ia akrab disapa memutuskan ikut seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Hanya iseng, eh alhamdulillah lulus!” akunya.
… boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al-Baqarah, 126)
Cita menjadi seorang dosen adalah mulia. Namun menjadi bidan yang mengabdikan diri di desa dengan akses sulit dan minim sinyal telekomunikasi jelas bukan perkara mudah.
“Saya harus berhadapan dengan pendapat masyarakat yang belum bisa menerima kehadiran tenaga medis. Mereka sangat memercayai dukun,” ungkap sang bidan pertama setelah tiga tahun Jorong Luak Bega, Talang Anau, Kecamatan Gunung Omeh, Sumatera Barat, tidak memiliki tenaga kesehatan.
Berjuang sendiri di tengah cibiran bisa jadi membuat banyak orang patah arang sebelum berjuang. Syukurlah Bidan Icha telah tertempa hatinya bisa tetap beradaptasi, menerima kondisi sebagai seorang abdi dan teguh sesuai amanah sumpah profesi.

Keadaan ini membuat kreativitasnya tumbuh. Ia mulai mencari akar problem mengapa sulit memberikan kesadaran kepada warga untuk lebih peduli pada kesehatan dan memberikan hati pada ilmu-ilmu baru dunia medis.

Sampai pada di suatu titik, alumnus Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi ini menemukan jawaban bahwa yang menjadi persoalan utama di kampung itu bukan karena keberadaan dukun semata, melainkan sugesti dari orang tua kepada anak-anaknya bahwa dukun lebih hebat dibandingkan bidan.

Ubah Pola Pikir Lansia Demi Sejahtera Bersama

beri-edukasi-seroja

Bidan muda ini terus bergerak setelah mengetahui sumber masalahnya. Ia mulai mendekati para lansia dan mencanangkan program pemberdayaan.

Untuk menumbuhkan kesadaran harus ada sebuah contoh teladan, pikirnya.
"Di jorong ini, anak-anak muda sangat patuh pada petuah orang tua. Jika para tetua telah menerima dunia medis yang Bidan Icha tawarkan, secara otomatis kaum muda akan lebih mudah diarahkan untuk peduli pada kesehatan."

Lahirnya Seroja, Dedikasi Cinta Bidan Icha


Bidan Icha akhirnya menemukan solusi setelah mencoba mendekati para lansia dari pemandian umum hingga warung. Ia menggagas lahirnya program Seroja yang merupakan akronim dari Sehat Rohani dan Jasmani.
“Ayo, semangat olahraga! Semangat sehat!” pekik Bidan Icha memberi semangat.
Minggu pagi itu sekitar sepuluh orang lansia sedang senam sesuai arahan sang bidan muda.
“Tak mudah mengumpulkan sepuluh orang ini,” ungkapnya dengan sorot mata haru.
Berbagai alasan seperti sibuk bekerja, tidak punya waktu, hingga mengasuh cucu kerap diterima Bidan Icha sebagai ungkapan penolakan.
“Bidan baru, masih gadis, sok-sokan mau ngajarin orang tua!”
“Mau bantu ibu-ibu lahiran, kok malah nyuruh-nyuruh olahraga!”
Bila tidak punya niat kuat sejak awal kedatangan sebab pengabdian, bisa-bisa Bidan Icha memutuskan meninggalkan Luak Bega. Namun hal ini tidak dilakukannya.
Bidan Icha memang masih dengan semangat menyadarkan pentingnya pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Namun dalam misi itu ia menemukan mutiara lain yang sama indahnya, yakni menjadi sahabat lansia.
Ibarat sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, Bidan Icha pun menyalurkan kepedulian kesehatan kepada kaum lansia tentang penyakit degeneratif yang kerap mengintai di usia mereka, seperti jantung, osteoporosis, diabetes dan hipertensi.

Setahun kemudian, jalan terjal yang dilalui mulai menjejak indah. Sepuluh orang lansia yang bergabung di awal telah menjadi berlipat. Pesan-pesan kesehatan telah banyak tersampaikan. Meskipun demikian, ada belasan ahli pengobatan alternatif dan seorang dukun beranak, sehingga semangat juang Bidan Icha harus terus menyala.

Bayi Tidak Menangis Membawa Jejak Manis

Setelah kejadian tempo hari, sang dukun beranak mulai membuka diri pada kehadiran sang bidan muda. Ia memutuskan bergabung dengan Seroja dan ikut membantu menyebarluaskan edukasi medis.

Semarak Seroja Gelorakan Semangat Lansia

senam-lansia-luak-bega

Akhirnya anggota Seroja mencapai lebih dari tiga puluh orang. Bidan Icha pun mengajak teman-teman seprofesinya ikut dalam aksi ini. Tema kesehatan makin semarak dengan kegiatan menganyam, menari dan kasidah rebana.

Tiga tahun setelah Seroja lahir, apa yang dicita-citakan Bidan Icha berbuah manis. Kehadiran tenaga medis sukses diterima warga Luak Bega. Para dukun beranak semakin aktif menggalakkan pesan kesehatan. Kini, bidan menjadi tujuan persalinan.
"Sejak buk bidan ada, saya tidak perbolehkan lagi anak-anak saya melahirkan dengan dukun, semuanya harus dengan bidan. Ternyata memang berbahaya melahirkan lewat dukun," kata seorang warga Jorong Talang Anau.
Kini, 120 orang dari 200-an lansia di jorong itu aktif dalam kegiatan menganyam, menari dan kasidah rebana.

Celah Mengabdi yang Lain, Bantu Pengolahan Gula Aren

Suatu ketika Bidan Icha melakukan kunjungan untuk memberikan asuhan kesehatan pada warga yang mengalami keluhan batuk dan diare. Dalam perjalanan ini ia menemukan fakta lain.

Bidan Icha melihat seorang warga yang sedang mengolah gula aren. Di dekatnya ada gula aren yang sudah jadi. Ketika diperhatikan lebih teliti, gula aren itu tercampur kumbang, semut, batu, kayu, dan kotoran lain.

Memang hampir 90% penduduk Luak Bega adalah petani gula aren. Bidan Icha pun tergerak hatinya untuk memberi penyuluhan soal kebersihan gula aren.
“Cara pengolahan gula aren masih kurang bersih. Saya sarankan disaring dulu sebelum diolah. Gula aren yang tidak higienis itu berpengaruh pada kesehatan warga,” ungkap Bidan Icha.
"Batuk dan diare ini adalah pengaruh dari tidak sehatnya pengolahan gula aren,” tambah Icha.
Sebab penyuluhan yang dilakukan Bidan Icha, produk gula aren di Luak Bega kini lebih higienis. Dampak positifnya tak hanya bagi kesehatan, tetapi juga membuat harga jual gula aren menjadi lebih tinggi.
"Jika sebelumnya hanya Rp10.000, gula yang bersih bisa dihargai Rp12.000 hingga Rp15.000 per kilogram," ujar Risman, 50 tahun, salah seorang penduduk Luak Bega yang sudah 20 tahun membuat gula aren.

Dipindahtugaskan demi Luaskan Kebermanfaatan

Manfaat baik tentu tidak boleh berhenti pada satu titik. Bidan Icha dipindahtugaskan ke Talang Anau. Ia bertanggung jawab atas kesehatan di tiga jorong, yaitu Luak Bega, Talang Anau, dan Simpang Padang. Area kerjanya tentu saja menjadi lebih luas.

Di sini Bidan Icha menjabat sebagai bidan koordinator. Ia masih menghadapi kenyataan pada praktik dukun beranak walaupun tidak sama persis dengan Luak Bega.

Untuk Seroja sendiri, wanita kelahiran 02 Mei 1984 ini mengatakan sudah ada yang menangani.

Dedikasi Bidan Icha pada Seroja mengantarkannya meraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards 2013. Bidan PNS ini menyabet juara 1 bidang kesehatan pada ajang lomba tahunan PT Astra International Tbk untuk generasi muda yang menginspirasi.

Bidan Icha begitu terharu karena menurutnya Seroja berjalan di jalan sunyi tanpa campur tangan pemerintah. Bahkan selama ini Seroja hidup dari dana iuran anggota kelompok.

Buah penghargaan tersebut membuat Bidan Icha mendapatkan tambahan pendanaan dari Astra yang selanjutnya bisa digunakan untuk mendanai program Seroja. Ia pun berkesempatan berkeliling nusantara untuk memberikan motivasi bagi perempuan dan generasi muda lainnya.
"Saya bersyukur bisa menginjakkan kaki di Luak Bega. Di sana saya belajar dinamika kampung, juga belajar tentang arti perjuangan," ungkap Bidan Icha dengan binar mata terharu.
Ibarat cahaya yang terus menyebarkan terang, Bidan Icha berhasil membawa puskesmas pembantu tempatnya bekerja menjadi puskesmas terbaik kedua tingkat Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2010. Bahkan, ia sendiri menjadi terbaik 1 kategori tenaga kesehatan teladan Kabupaten Limapuluh Kota 2019.

Seroja Kini

luak-bega-ceria

Gerakan Seroja telah menyebar di tiga jorong Nagari Talang Anau, yaitu Jorong Luak Bega, Jorong Talang Anau dan Jorong Simpang Padang.

Setelah misi sebelumnya tercapai, kini Bidan Icha dibantu dua bidan desa lainnya kembali berjuang memberikan penyadaran agar masyarakat yang memiliki balita rutin ke posyandu.

Dampak dari aktifnya kegiatan lansia di Seroja membuat posyandu kembali ramai. Diakui Bidan Icha, sebelum dibentuk kelompok lansia, tingkat kunjungan posyandu di bawah 50 persen. Kini, kunjungan posyandu lebih dari 75 persen.
Saat-saat tersulitmu sering kali mengarah pada momen-momen terbesar dalam hidupmu. Teruskan. Situasi sulit pada akhirnya membangun orang yang kuat. (Roy T. Bennett)
Kegiatan Seroja pun makin bertambah dengan pemanfaatan barang-barang bekas menjadi kerajinan tangan. Hasilnya bisa untuk penghias rumah, bahkan dijual. Kegiatan ini dapat menyehatkan pikiran, sehingga menunda kepikunan lansia.
"Saya aktif senam dan kegiatan Seroja lainnya. Alhamdulillah badan sehat, pikiran tenang. Seroja sudah seperti rumah kami lansia untuk berkumpul dan bersenda gurau,” ungkap Erniwarti, 63 tahun.

Harap Mulia Bidan Icha

Bidan Icha berharap gerakan Seroja tetap hidup walaupun kelak ia sudah tidak mengabdi di jorong ini. Ia juga menyampaikan pesan untuk generasi muda apapun profesinya, agar mengabdi sepenuh hati.
“Sebab gerakan besar berawal dari titik terkecil yang bahkan melelahkan," tutur Bidan Icha.
Bidan Icha mengungkapkan rahasia bagaimana ia mampu melakukan itu semua.

hardinisa-syamitri-quote
Sebagian besar hal penting di dunia telah dicapai oleh orang-orang yang terus berusaha ketika tampaknya tidak ada harapan sama sekali. (Dale Carnegie)

Semangat Bidan Icha untuk Masa Depan Indonesia

Menurut laman Katadata Media Network, Data Bank Dunia menyebutkan, rasio Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 177 kematian per 100 ribu kelahiran pada 2017. Angka ini turun 35 persen dibandingkan pada 2000 sebanyak 272 kematian per 100 ribu kelahiran. 

Grafik angka kematian ibu

Meskipun belum mencapai target Milenium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 110 kematian per 100 ribu kelahiran, tetapi ini menunjukkan tren menurun.

Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), beberapa faktor risiko yang paling sering menyebabkan kematian ibu, antara lain hipertensi dan pendarahan. Pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan bisa meminimalisasi terjadinya kondisi kegawatdaruratan ini. 

Masih menurut data yang diambil dari laman yang sama, berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan tenaga kesehatan di Indonesia mencapai 1,4 juta orang pada 2022.

Grafik tenaga kesehatan di Indonesia

Dari jumlah tersebut, berasal dari bidan dengan jumlah 336 ribu orang. Itu artinya banyak sumber daya bidan yang bisa pula berjuang gigih mengadopsi semangat Bidan Icha untuk diterapkan di pelosok nusantara.

Semangat Bidan Icha menjadi pompa juang bagi tenaga kesehatan mendatang. Semangat ini penting guna mewujudkan harapan Health for All sesuai tema hari kesehatan nasional tahun ini. Tantangan kesehatan akan selalu ada dan diperlukan gigih semangat demi lebih baiknya masa depan kesehatan negeri ini! (*)

Sumber:

  • Akun Instagram @hardinisa_syamitri02
  • Angka Kematian Ibu Indonesia Cenderung Turun. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/tren-angka-kematian-ibu-di-indonesia. Diakses pada 29 September 2023.
  • Bidan Icha, Pahlawan di Jalan Sunyi. https://www.tagar.id/bidan-icha-pahlawan-di-jalan-sunyi. Diakses pada 20 September 2023.
  • Ebook SIA 2023
  • Icha. https://kbr.id/anto_sidharta/10-2013/icha__/48382.html. Diakses pada 20 September 2023.
  • Ini Jumlah Tenaga Kesehatan di Indonesia pada 2022, Terbanyak dari Perawat. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/25/ini-jumlah-tenaga-kesehatan-di-indonesia-pada-2022-terbanyak-dari-perawat. Diakses pada 29 September 2023.
Karunia Sylviany Sambas
Karunia Sylviany Sambas Saya adalah seorang tenaga kesehatan yang suka menulis, membaca dan mempelajari hal-hal baru. Alamat surel: karuniasylvianysambas@gmail.com

Posting Komentar untuk "Hardinisa Syamitri, Pejuang Gigih Entaskan Sugesti, Terbitkan Harapan Senja"