Pada suatu hari, Tata dan beberapa anggota komunitasnya sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Perhatian Tata tiba-tiba tertuju pada seorang remaja perempuan yang duduk termenung di teras rumahnya. Hati Tata tergerak untuk menyapa.
“Sedang apa, Dik? Kenapa terlihat murung?” tanya Tata penuh kepedulian.
Remaja itu hanya memandang Tata tanpa menjawab. Tidak lama kemudian, ia dipanggil oleh seseorang, lalu berbalik dan bergegas masuk ke dalam rumah. Saat hendak beranjak pergi, Tata sempat memperhatikan sesuatu yang janggal – koran kusam menyembul dari belakang celana remaja tersebut, dengan noda merah yang menyerupai darah.
Rasa penasaran terus mengusik pikiran Tata. “Apakah mungkin ia memakai koran sebagai pengganti pembalut?” gumamnya penuh keheranan. Sampai di rumah, Tata segera mencari informasi lebih lanjut tentang kesehatan reproduksi remaja di daerahnya, dan menemukan kenyataan yang mengejutkan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kesehatan remaja Indonesia semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. Persentase keluhan kesehatan dan tingkat kesakitan anak muda berusia 15–44 tahun mengalami peningkatan signifikan dari 2016 hingga 2021. Minimnya edukasi kesehatan reproduksi menyebabkan banyak remaja di daerah terpencil tidak memahami kondisi kesehatan mereka.
Tenggara Youth Community, Dorong Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Bukanlah Hal Tabu Saat Ini
Kondisi ini menggugah hati Tata dan komunitasnya, Tenggara Youth Community, yang berfokus pada kesehatan seksual dan reproduksi anak muda di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tenggara, akronim dari Tempat Gabungnya Gerakan Remaja, didirikan oleh Tata bersama teman-temannya, para penyintas yang pernah mengalami masa sulit akibat minimnya edukasi seksual dan kesehatan reproduksi.
“Pendidikan seksualitas adalah hak asasi,” kata Tata. Ia yakin bahwa pemahaman ini harus dimulai dari keluarga agar dapat memberikan dampak yang luas. Sayangnya, masih banyak keluarga di Indonesia Timur yang menganggap tabu pembicaraan mengenai seksualitas.
Pada 2017, komunitas ini mengadakan survei kepada 500 siswa sekolah dan 60 remaja di pasar mengenai kesehatan reproduksi. Hasilnya, hanya sebagian kecil dari remaja laki-laki yang memiliki pengetahuan dasar tentang kesehatan reproduksi. Banyak dari mereka yang mengalami gejala infeksi namun memilih pengobatan tradisional atau bahkan tidak berbuat apa-apa.
Keprihatinan Tata juga semakin besar saat ia mendapati banyak remaja di wilayahnya mulai aktif secara seksual sejak usia SMP. Parahnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat aman justru kerap menjadi lokasi pertama kali mereka melakukan aktivitas seksual.
Bacarita Kespro, Ruang Nyaman Pemulihan
Untuk mengatasi tantangan ini, Tenggara Youth Community mendirikan program Bacarita Kespro, yang menyediakan ruang aman bagi remaja untuk berbagi pengalaman seputar kesehatan reproduksi. Program ini dirancang dengan metode interaktif seperti dongeng, permainan edukasi, dan alat peraga, sehingga materi yang diberikan tidak terasa memberatkan.
Di sisi lain, stigma yang melekat dalam masyarakat masih menjadi kendala. Tidak jarang, orang tua yang membawa anak mereka untuk mendapatkan bantuan medis terkait kesehatan mental dan reproduksi mendapat stigma negatif.
Dalam perjalanannya, Bacarita Kespro terus memperjuangkan hak kesehatan reproduksi remaja, berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperluas akses pendidikan dan kesehatan. Sejak 2016, program ini telah menjangkau ribuan remaja di lebih dari 30 komunitas di seluruh NTT. Selain itu, Tata dan komunitasnya bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS dan lembaga lainnya untuk memperkuat program pendampingan bagi remaja.
Pada 2020, perjuangan Tata mendapatkan pengakuan melalui penghargaan SATU Indonesia Awards bidang kesehatan. Penghargaan ini tidak hanya membuka peluang kolaborasi lebih luas, tetapi juga memperkuat semangat Tata untuk terus memberikan edukasi kepada generasi muda.
Tata berharap bahwa ke depannya, pemerintah dan lembaga pendidikan dapat memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi sebagai bagian dari kurikulum sekolah. Ia juga menginginkan adanya modul pendidikan yang sesuai dengan konteks lokal agar edukasi ini dapat diakses secara luas oleh remaja, khususnya di daerah terpencil.
“Kami percaya bahwa gerakan ini bisa memberikan perubahan nyata,” kata Tata dengan penuh semangat. Bagi Tata dan komunitasnya, setiap langkah kecil yang mereka lakukan adalah investasi untuk masa depan yang lebih sehat bagi remaja di Indonesia. (*)
#LFAAPADETIK2024
Sumber:
- Channel YouTube Yayasan BaKTI "BACARITA Kespro Bersama Tenggara NTT"
- E-booklet 15th Satu Indonesia Awards 2024 Bersama, Berkarya, Berkelanjutan
- Good Movement GNFI "Kisah Inspiratif: Membangun Masa Depan Lebih Sehat Bersama Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards"
- Instagram @tenggarantt
- Katadata Media Network
Posting Komentar